RAMADAN sebentar lagi tiba. Ada secercah
kebahagiaan yang pasti merasuki sanubari kita. Di bulan itu, Allah
memudahkan kita untuk beramal saleh, seperti membantu orang lain,
bersedekah, dan berzakat. Ganjaran amal saleh itu tiada bandingnya
dengan bulan lain.
Kita merindukan semangat ibadah di dalamnya karena satu bulan itu adalah bekal untuk 11 bulan ke depan.
Gemblengan Ramadan yang akan kita masuki dapat mengantarkan kita menjadi orang kuat dalam keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya. Tapi, akankah di bulanbulan berikutnya kita bisa bertahan dengan keimanan seperti layaknya di Ramadan?
Mumpung Ramadan belum tiba, kita harus bersiap-siaga untuk menyongsongnya. Pupuk iman kita dengan amal kebaikan yang banyak di bulan Sya’ban mulia ini.
Iman seseorang senantiasa berubah atau fluktuatif. Di saat tertentu berada dalam titik kelezatan dan dalam puncak keimanan. Hal tersebut dikarenakan seorang hamba begitu dekat dengan Allah SWT dengan kualitas ibadah yang dilakukannya.
Ada kalanya dia berada di titik terendah, indikasinya malas beribadah. Di saat itu, kualitas dan kuantitas ibadah menurun.
Kalau sudah terasa iman kita sedang rendah, ibadah terasa garing dan perlahan-lahan nafsu keduniawaian akan membawa diri kita dan terasa kita menjauhi akhirat.
Ada beberapa tips agar iman kita terasa tetap tebal dan berada dalam puncak kelezatan dan siap menyongsong Ramadan mulia.
Pertama, tancapkan pada hati bahwa Allah tujuan kita. Kita adalah hamba-Nya dan sudah barang tentu kehidupan dunia yang kita lalui adalah bekal untuk bertemu dengan-Nya.
Ayat-ayat Allah (Alquran) harus kita baca dan dengar. Allah harus selalu kita ingat agar perbuatan dan pekerjaan kita tidak melenceng dari orientasi kepada-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam.” (QS Ali Imran: 102)
Kedua, lekatkan di hati kita kerinduan pada Rasulullah SAW, niscaya kita akan semakin dekat dengan Rasulullah SAW dan selalu kuat mengikuti sunnahnya.
Seorang sahabat mendatangi Rasulullah SAW dan bertanya, “Wahai Rasul Allah, kapan tibanya hari akhirat?”. Rasulullah SAW balik bertanya : “Apakah yang telah Engkau persiapkan untuk menghadapi hari akhirat?”. Si sahabat menjawab , “WahaiRasulullah, aku telah salat, puasa, dan, bersedekah selama ini, tetap saja rasanya semua itu belum cukup. Namun, di dalam hati, aku sangat mencintai dirimu, ya Rasulullah”. Rasulullah SAW pun menjawab, “Insya Allah, di akhirat kelak Engkau akan bersama orang yang engkau cintai”. (HR Muslim)
Ketiga, belajarlah dari para shalafussholih. Mereka adalah generasi awal dan generasi terbaik yang Allah turunkan di bumi ini. Mereka mempunyai kadar keimanan lebih yang diibaratkan sebesar Gunung Uhud, sementara kadar keimanan kita diibaratkan tak lebih dari sebutir debu di Gunung Uhud.
Khalifah Umar RA pernah memuntahkan makanan yang sudah masuk ke perutnya ketika tahu bahwa makanan yang diberikan padanya kurang halal sumbernya.
Sejarah lain menceritakan tentangl umrahnya seorang tabi’in mengkhatamkan Alquran dalam tiga hari. Bahkan, ada yang satu kali khatam dalam salatnya.
Atau, cerita tentang seorang saleh yang lebih dari 40 tahun hidupnya berturut-turut tidak pernah melakukan salat wajib secara sendiri, melainkan berjamaah di masjid. Atau, seorang saleh yang setiap harinya melakukan introspeksi diri dan memaafkan kesalahan orang lain.
Inilah sebauah inspirasi dari parasahabat dan shalafusshalih yang selayaknya bisa meningkatkan keimanan kita.
Keempat, istiqomah dengan amalan kebaikan yang sudah kita lakukan. Mari kita siapkan dengan keimanan yang kuat agar ibadah di Ramadan semakin kuat.
Diharapkan, kita jadi terbiasa salat berjamaah di masjid. Serasa di bulan Ramadan begitu ringan kita melangkahkan diri untuk salat berjamaah di masjid, bahkan ingin sekali berlama-lama di masjid.
Mari sejak sekarang rajin membaca Alquran. Agar Ramadan bisa membiasakan tadarrus dan khatam Alquran satu kali atau bahkan sampai tiga kali.
Mari mulai sekarang perbanyak qiyamullail agar satu bulan penuh kita bisa menjalankan salat malam dan begitu ringan langkah ini, bahkan masjid pun penuh dengan jamaah untuk menjalankan qiyamullail.
Mulailah dari sekarang banyak berbuat kebaikan, membantu sesama dan gemar mengeluarkan zakat, infaq, dan sadaqah.
Salah satu tanda kemulaian hamba-Nya adalah di mana seseorang itu bisa memberikan kemanfaatan kepada sesama.
Subhanallah, di bulan Ramadan pasti terasa sekali kita berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan dan sangat nikmat sekali. Terasa ringan kita berzakat, bersedekah, dan membantu sesama. Semoga kita sudah siap menghadapinya.
“Ya Allah yang membolak-balikan hati-hati manusia, balikanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.” (HR Muslim).
Ditulis oleh Romdlon Hidayat, M.Sc, General Manager Kemitraan Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU).
(//ton)
Kita merindukan semangat ibadah di dalamnya karena satu bulan itu adalah bekal untuk 11 bulan ke depan.
Gemblengan Ramadan yang akan kita masuki dapat mengantarkan kita menjadi orang kuat dalam keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya. Tapi, akankah di bulanbulan berikutnya kita bisa bertahan dengan keimanan seperti layaknya di Ramadan?
Mumpung Ramadan belum tiba, kita harus bersiap-siaga untuk menyongsongnya. Pupuk iman kita dengan amal kebaikan yang banyak di bulan Sya’ban mulia ini.
Iman seseorang senantiasa berubah atau fluktuatif. Di saat tertentu berada dalam titik kelezatan dan dalam puncak keimanan. Hal tersebut dikarenakan seorang hamba begitu dekat dengan Allah SWT dengan kualitas ibadah yang dilakukannya.
Ada kalanya dia berada di titik terendah, indikasinya malas beribadah. Di saat itu, kualitas dan kuantitas ibadah menurun.
Kalau sudah terasa iman kita sedang rendah, ibadah terasa garing dan perlahan-lahan nafsu keduniawaian akan membawa diri kita dan terasa kita menjauhi akhirat.
Ada beberapa tips agar iman kita terasa tetap tebal dan berada dalam puncak kelezatan dan siap menyongsong Ramadan mulia.
Pertama, tancapkan pada hati bahwa Allah tujuan kita. Kita adalah hamba-Nya dan sudah barang tentu kehidupan dunia yang kita lalui adalah bekal untuk bertemu dengan-Nya.
Ayat-ayat Allah (Alquran) harus kita baca dan dengar. Allah harus selalu kita ingat agar perbuatan dan pekerjaan kita tidak melenceng dari orientasi kepada-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam.” (QS Ali Imran: 102)
Kedua, lekatkan di hati kita kerinduan pada Rasulullah SAW, niscaya kita akan semakin dekat dengan Rasulullah SAW dan selalu kuat mengikuti sunnahnya.
Seorang sahabat mendatangi Rasulullah SAW dan bertanya, “Wahai Rasul Allah, kapan tibanya hari akhirat?”. Rasulullah SAW balik bertanya : “Apakah yang telah Engkau persiapkan untuk menghadapi hari akhirat?”. Si sahabat menjawab , “WahaiRasulullah, aku telah salat, puasa, dan, bersedekah selama ini, tetap saja rasanya semua itu belum cukup. Namun, di dalam hati, aku sangat mencintai dirimu, ya Rasulullah”. Rasulullah SAW pun menjawab, “Insya Allah, di akhirat kelak Engkau akan bersama orang yang engkau cintai”. (HR Muslim)
Ketiga, belajarlah dari para shalafussholih. Mereka adalah generasi awal dan generasi terbaik yang Allah turunkan di bumi ini. Mereka mempunyai kadar keimanan lebih yang diibaratkan sebesar Gunung Uhud, sementara kadar keimanan kita diibaratkan tak lebih dari sebutir debu di Gunung Uhud.
Khalifah Umar RA pernah memuntahkan makanan yang sudah masuk ke perutnya ketika tahu bahwa makanan yang diberikan padanya kurang halal sumbernya.
Sejarah lain menceritakan tentangl umrahnya seorang tabi’in mengkhatamkan Alquran dalam tiga hari. Bahkan, ada yang satu kali khatam dalam salatnya.
Atau, cerita tentang seorang saleh yang lebih dari 40 tahun hidupnya berturut-turut tidak pernah melakukan salat wajib secara sendiri, melainkan berjamaah di masjid. Atau, seorang saleh yang setiap harinya melakukan introspeksi diri dan memaafkan kesalahan orang lain.
Inilah sebauah inspirasi dari parasahabat dan shalafusshalih yang selayaknya bisa meningkatkan keimanan kita.
Keempat, istiqomah dengan amalan kebaikan yang sudah kita lakukan. Mari kita siapkan dengan keimanan yang kuat agar ibadah di Ramadan semakin kuat.
Diharapkan, kita jadi terbiasa salat berjamaah di masjid. Serasa di bulan Ramadan begitu ringan kita melangkahkan diri untuk salat berjamaah di masjid, bahkan ingin sekali berlama-lama di masjid.
Mari sejak sekarang rajin membaca Alquran. Agar Ramadan bisa membiasakan tadarrus dan khatam Alquran satu kali atau bahkan sampai tiga kali.
Mari mulai sekarang perbanyak qiyamullail agar satu bulan penuh kita bisa menjalankan salat malam dan begitu ringan langkah ini, bahkan masjid pun penuh dengan jamaah untuk menjalankan qiyamullail.
Mulailah dari sekarang banyak berbuat kebaikan, membantu sesama dan gemar mengeluarkan zakat, infaq, dan sadaqah.
Salah satu tanda kemulaian hamba-Nya adalah di mana seseorang itu bisa memberikan kemanfaatan kepada sesama.
Subhanallah, di bulan Ramadan pasti terasa sekali kita berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan dan sangat nikmat sekali. Terasa ringan kita berzakat, bersedekah, dan membantu sesama. Semoga kita sudah siap menghadapinya.
“Ya Allah yang membolak-balikan hati-hati manusia, balikanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.” (HR Muslim).
Ditulis oleh Romdlon Hidayat, M.Sc, General Manager Kemitraan Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU).
(//ton)